Pemimpin & Dakwah
Memaknai
kata “Pemimpin” dan “Dakwah” maka keduanya ibarat dua sisi mata uang, yang
tidak bisa dipisahkan. Terkadang ada yang menyangkal bahwa dirinya bukan
pemimpin, tentu orang berfikir demikian belum menyadari sepenuhnya hakikat dari
“Pemimpin”. Setiap manusia secara fitrah terlahir sebagai seorang pemimpin dan
memiliki tugas kepemimpinan. Seperti yang tercantum dalam QS. Al Baqarah 30 “...Bahwa Allah menciptakan manusia sebagai
khalifah di muka bumi...”.
Tugas
kepemimpinan dimulai dari lingkup yang paling kecil yakni memimpin diri
sendiri, keluarga, masyarakat dan Negara. Maka perlu dipertanyakan jika
seseorang belum bias memimpin dirinya sendiri bagaimana kelak ia akan memimpin
keluarganya, masyarakat bahkan Negara.
Dalam
tulisan ini saya berbicara kepemimpinan dalam konteks masyarakat luas.
Mengingat menjadi pemimpin merupakan tugas yang sangat berat, sehingga tidak
heran jika para sahabat yang diamanahkan menjadi pemimpin banyak yang
mengucurkan air mata. Namun ketika mereka terpilih menjadi pemimpin, seluruh
jiwa dan raga dengan semangat kesungguhan hati dan komitmen yang kuat mereka
kerahkan untuk menjalankan amanah kepemimpinan. Alangkah sedihnya pada hari ini
banyak yang berkompetisi hidup dan mati untuk menjadi pemimpin, mengerahkan
seluruh kekuatan, harta dan jiwanya untuk memperoleh tampuk kepemimpinan,
meskipun tanpa memperhatikan subtansi yang diinginkan Islam terhadap seorang
pemimpin.
Pada
generasi terbaik ummat ini, pemimpin adalah imam. Imam yang bisa memimpin
ummatnya baik dalm konteks kepemimpinan sosial maupun religius. Rasulullah
adalah pemimpin Negara Madinah sekaligus Imam, Abu Bakar adalah Pemimpin
Khilafah Islam sekaligus Imam, Umar adalah Pemimpin sekaligus Imam, begitu juga
dengan para sahabat setelahnya. Begitulah sosok pemimpin ideal dalam Islam.
Berkaca
pada realitas social dalam konteks kepemimpinan masyarakat pada hari ini ada
semacam frame berfikir kurang baik yang beredar di orbit masyarakat muslim
tentang kepemiminan dan dakwah. Jabatan-jabatan yang strategis di masyarakat
seakan-akan menjadi tempat terlarang bagi seorang Da’i. Tidak heran karena
banyaknya kebobrokan politik, yang disetir oleh orang-orang yang jauh dari
Islam “meski mengaku Islam” dalam posisi-posisi strategis dalam tampuk
kepemimpinan hari ini. Sehingga wajah Politik yang putih bersih yang hanya
sebatas ruang atau wadah ikut tercemar. Padahal jika kita analisa bukanlah
lembaga atau institusinya yang bobrok, tetapi orang-orang yang berada di
dalamnya.
Dengan
demikian, nyatalah bahwa politik adalah wadah untuk mencapai kemaslahatan, jika
disetir oleh orang-orang yang punya keimanan yang kuat serta kapasitas dan
kapabilitas keemimpinan. Nyatalah peran
seorang pemimpin bahwa dia memiliki tugas untuk berdakwah dalam
kepemimpinannya. “...jika kamu melihat kemungkaran maka ubahlah dengan
tanganmu...” tangan bisa diartikan kekuasaan, yang tentunya dimiliki seorang
pemimpin.
“Menjadi
Pemimpin seperti dua mata pisau, ketika kita amanah dengan kepemimpinannya maka
mata pisau tersebut akan menghantarkanmu kepada Ridha Allah, namun sebaliknya jika kelalaian yang engkau berikan
terhadap tugas kepemimpinanmu, maka bersiaplah di sayat oleh Murka Allah” Wallua’lam